“Pancasila sebagai sistem filsafat, Ideologi dan Dasar Negara”
“Pancasila sebagai sistem filsafat, Ideologi dan Dasar
Negara”
Hallu para readers, dari pada scroll-scroll ga jelas lebih baik mampir yuk
di artikel ku, untuk saat ini di minggu ini aku akan membawakan artikel yang
bertemakan “Pancasila sebagai sistem filsafat, Ideologi dan Dasar negara”
Sistem Filsafat ialah kumpulan ajaran yang terkoordinasi, dengan ciri-ciri
tertentu yang berbeda dengan sistem lain, misalnya sistem ilmiah. Suatu sistem
filsafat harus komprehensif, dalam arti tidak ada suatu hal yang di luar
jangkauannya. Kalau tidak demikian maka hanya memandang realitas dari satu
samping atau tidak memadai. Suatu sistem filsafat dikatakan memadai kalau
mencakup suatu penjelasan terhadap semua gejala, said Kattsoff, 1964.
Pancasila terdiri dari lima sila, yang
masing-masing dari sila itu sendiri terdapat ajaran. Setiap sila dari pancasila
tidak dapat dipisahkan dari kesatuan keseluruhannya. Pancasila sudah memenuhi
syarat untuk dapat disebut sebagai sistem kefilsafatan.
Pengertian sistem itu sendiri memiliki banyak arti dari beberapa orang
terdahulu, seperti Fowler, Webster’s, Hornby, dan juga The Concise Oxford
Dictionary Of English pada intinya pengertian sistem dapat mengacu pada
benda-benda konkrit maupun benda-benda abstrak. Sedangkan Filsafat sendiri
sebagai Proses dan Hasil. Salah satu hasil dari kegiatan berfikir akal manusia
ialah apa yang dinamakan filsafat. Filsafat merupakan kreasi akal manusia
sebagai jawaban atas persoalan ataupun rahasia-rahasia alam semesta. Bicara
tentang filsafat banyak pendapat dari beberapa orang telah berpendapat dan jika
disimpulakan bahwa filsafat sebagai proses dan produk (hasil), berfikir manusia
merupakan pemikiran teoritis , alam semesta secara keseluruhan yang mencakup
hidup manusia yang ada di dalamnya untuk kemudian bagi manusia pemikiran
teoritis tersebut dipergunakan sebagai pandangan dunia (world view,
weltanschauung). Perlu dibedakan antara sistem filsafat dengan weltanschauung.
Perbedaannya ialah bahwa filsafat memberi tekanan pada aspek pengetahuan
semata-mata (aspek teoritis).
Dalam perjalanan sejarah, kedudukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar
Negara mengalami pasang surut baik dalam pemahaman maupun pengalamannya.
Setelah runtuhnya Orde Baru Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran
sejarah yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila
semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan
ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Bahkan banyak kalangan
menyatakan bahwa sebagian masyarakat bangsa Indonesia hampir melupakan jati
dirinya yang esensinya adalah Pancasila. Pancasila nampak semakin terpinggirkan
dari denyut kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai suasana hiruk-pikuk
demokrasi dan kebebasan berpolitik. Pancasila sebagai dasar negara kini nyaris
kehilangan fungsi praksisnya, seolah hanya tinggal kedudukan formalnya. Menurut
BJ Habibie dalam pidato “Reaktualisasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara” di Gedung MPR pada 1 Juni 2011, beliau menyatakan dua
penyebab tergusurnya Pancasila dari kehidupan kita, yaitu situasi dan kehidupan
bangsa telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global di satu pihak,
dan terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat traumatisnya masyarakat
terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila
di lain pihak. Kedua hal tersebut telah menyebabkan “amnesia nasional” tentang
pentingnya Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) yang menjadi payung
kehidupan berbangsa yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat
istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Sesungguhnya Pancasila
bukan milik sebuah era atauornament kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu, tetapi
Pancasila adalah dasar negara yang menjadi penyangga bangunan arsitektural yang
bernama negara Indonesia. Pendekatan ontologis, nilai-nilai Pancasila
mengandung sifat intrinsik dan ekstrinsik. Bersifat intrinsik, nilai-nilai
Pancasila berwujud filsafati, keseluruhan nilai-nilai dasarnya sistematis dan
rasional.
Tumbuhnya bermacam-macam ideologi adalah bersumber dari aliran-aliran
filsafat yang berkembang dibarat. Pemikiran Karl Marx dan Engels dengan
historis materialistik dan dialektik telah mendorong perkembangan ideologi
marxisme / leninisme / komunisme di negara-negara sosialis komunis. Perlu
dikemukakan, bahwa di barat terdapat aliran-aliran filsafat yang tidak
berfungsi mendorong tumbuhnya ideologi. Hal yang penting dari yang saya bahas
ialah bahwa suatu ideologi umumnya bersumber kepada aliran filsafat, atau
ideologi adalah operasionalisasi sistem filsafat suatu bangsa. Begitu pula
ideologi pancasila adalah operasionalisasi filsafat bangsa Indonesia. Kedudukan
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara kalau diibarkan seperti 2 sisi dari
1 mata uang yang sama, masing-masing menemppati kedudukannya sendiri-sendiri,
tetapi keduanya dalam kesatuan fungsi dalam praktik ketatanegaraan. Ideologi
sebagai kerangka idealis, dasar negara sebagai kerangka yuridis bagi
terselenggaranya sistem ketatanegaraan untuk kelangsungan kehidupan bangsa dan
negara. Saya yakin kita semua mengerti dan paham apa arti dan peranan suatu
ideologi dan dasar negara bagi kehidupan berbangsadan bernegara, sehingga tidak
perlu membahasnya secara khusus. Namun, ketika kita berbicara tentang ideologi
dan dasar negara pancasila, “mengapa harus pancasila?” kalian pastinya
bertanya-tanya kan kalau menurut buku yang telah saya telaah pertanyaan sperti
ini memerlukan pemikiran kritis dan mendalam mengenai Pancasila, yaitu
mengungkap azaz-azaz keberadaan, bukti evidensi kebenaran, dan norma-norma
imperatifnya yang dapat dijadikan arah pencapaian tujuan.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara RI secara filosofis memiliki
akar eksistensi yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak:
1.
Sebelum berdirinya bangsa dan negara Indonesia
2.
Secara ontologis, basis keberadaan pancasila memperkuat
kedudukan pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
3.
Secara epistemologis, pancasila telah terbukti memiliki
kebenaran yang corroborated, testable, falsifiable, dan refutable sehingga
mampu mempersatukan pluralitas masyarakat Indonesia.
4.
Secara aksiologis, pancasila mengandung nilai-nilai dasar
imperatif yang mempersyaratkannya sebagai status fondamental norm dan
rechtidee.
Sampai disini dulu ya,,,, jika terdapat saran
dan kritik terhadap artikel yang telah saya buat silahkan, karena dengan
demikian saya dapat memperbaiki tulisan saya untuk kedepannya. Sampai berjumpa
minggu depan,,,, bye byeeee
Komentar
Posting Komentar