Implementasi Demokrasi di Indonesia
Demokrasi Pancasila merupakan ciri khusus demokrasi yang tidak hanya mencakup bidang politik saja, melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya dalam model demokrasi Barat yang berkembang dewasa ini dan banyak dipuji orang, bukanlah suatu prestasi politik yang datang tiba-tiba. Kondisi itu merupakan resultan dari proses sejarah yang teramat panjang. Untuk sampai pada pelembagaan etika politik yang lebih beradab itu saja, sudah jutaan jiwa manusia yang menjadi ongkosnya. Begitu pula dengan kemerdekaan bangsa Indonesia yang tidak diperoleh secara gratis, melainkan harus dijemput dengan perjuangan untuk survive dan bangkit melawan imprialisme Barat yang mengaku sebagai bangsa yang beradab itu. Pengalaman bangsa Indonesia relatif masih miskin dalam mewujudkan sistem demokrasi yang merupakan ciri utama masyarakat Indonesia. Ibarat lahan perkebunan, wacana dan lading perpolitkan di Indonesia sampai saat ini masih dalam proses simbiose kimiawi antara bibit demokrasi liberal yang di impor dari Barat dengan lahan kultural Indonesia yang dahulunya subur bagi pohon feodalisme. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat pasal 1 Ayat 1 berbunyi "Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi". Kemudian dalam Ayat 2 berbunyi "Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat". Inilah dasar Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi yang di mana dalam berkonstitusi selalu mengedepankan asas-asas rakyat, karena subyek dan obyeknya sama yakni manusia yang masing-masing memiliki ambisi, kehendak dan kebebasan. Dalam surat masyarakat yang sistem dan kultur demokrasinya telah mapan, tidaklah sulit membaca perkembangan dan arah politik yang hendak dituju dari pemilu ke pemilu, karena setiap partai yang berkuasa akan terikat oleh janji, program dan mekanisme kerja yang ditawarkan kepada rakyat selama kampanye. Tetapi bagi Negara-negara yang masih berkembang seperti Indonesia yang sebelumnya hidup dibawah kekuasaan raja ataupun penjajah selama ratusan tahun, mental dan lahan kulturalnya lebih kondusif bagi lahirnya kepemimpinan yang berpusat pada figur personal, bukannya sebuah sistem politik nasional yang bersifat impersonal. Dalam konteks Indonesia, tentu saja sejak awal kelahirannya para pemimpin bangsa telah berusaha meletakkan dasar-dasar birokrasi kenegaraan modern. Hanya saja, Ibarat benih pohon tadi, ketika institusi formal tidak memperoleh dukungan lahan kultural yang gembur dan cocok, maka kita harus bekerja keras untuk menghancurkan bebatuan dan cadas yang ada, agar akar bibit demokrasi bisa meresap dan tertanam kukuh, yang pada gilirannya bisa menyangga pohon demokrasi dengan daun dan buahnya yang rindang, tempat rakyat bernaung. Secara faktual, gagasan tentang demokrasi bermula dari negara-negara Barat, khususnya Inggris, Amerika dan Prancis. Dari kutipan beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa demokrasi Barat hanya memberikan kedaulatan kaum pemodal, Hatta menambahkan, demokrasi kapitalis inilah yang harus ditolak dan tidak cocok untuk Indonesia. Sebaliknya, demokrasi modern yang berbasis pada nasionalisme religius adalah bentuk demokrasi yang dicita-citakan bangsa Indonesia yang kemudian merupakan cikal bakal lahirnya Demokrasi Pancasila.
Kebebasan dalam berpendapat bagaikan roh yang ada di dalam demokrasi, namun akhir-akhir ini kebebasan semakin menghimpit dan dicederai dengan berbagai permasalahan yang ada. Kebebasan di negara ini hampir sulit untuk dirasakan, seperti kasus seorang motivator bernama Haikal Hassan atau yang sering dikenal sebagai Babe Haikal itu yang di dalam pidatonya bercerita mengenai dirinya bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, namun hal ini dianggap hal bohong dan dilaporkan ke kepolisian. Padahal bermimpi adalah hak setiap manusia, baik itu bermimpi siapa pun dan apa pun adalah hak kebebasan, namun nyatanya hal itu bisa dipidanakan. Adapula hal yang menggemparkan lainnya adalah ditutupnya acara ILC yang ditayangkan di TV nasional TVOne. Sama-sama kita ketahui bahwa ILC adalah acara televisi yang menuangkan aspirasi akademis dalam membaca masalah masalah pemerintah yang up to date, ILC juga dalam tayangannya adalah acara yang netral dan transparansi dalam menyediakan data. Namun ILC yang semakin bagus ratingnya itu tiba-tiba harus ditutup tanpa keterangan yang mendasar.
Komentar pun mencuat di mana-mana, seperti yang disampaikan oleh Seorang ahli filsafat bernama Rocky Gerung yang sama-sama kita ketahui beliau juga sering diundang di acara tersebut berkomentar mengenai penutupan kegiatan ILC. Hal ini berupaya untuk menghentikan kegiatan mengkritik yang dilakukan Bintang Emon. Hal ini jelas mencederai kebebasan demokrasi yang ada di Indonesia.
Dikutip dari detiknews "Lembaga Survei indikator merilis hasil survei mengenai demokrasi yang ada di Indonesia, survei tersebut dilakukan pada 24-30 September 2020, dengan jumlah 1.200 orang responden yang dilakukan dengan metode via telepon, dari hasil tersebut mengatakan bahwa 36 persen demokrasi di Indonesia menurun, 37 persen demokrasi di Indonesia sama saja" Dari data tersebut bahwa jelas Indeks persentase penurunan terlihat.
Ada ketidakpuasan masyarakat atas demokrasi yang ada di Indonesia. Hal ini yang semakin hari semakin kita rasakan, sekarang banyak yang dipenjarakan bukan karena mencuri, atau bertindak pidana, akan tetapi dipenjarakan karena mengkritik pemerintah.
Dari hal ini sudah jelas bahwa aktivitas yang kita lakukan akan semakin sulit dan diimpit, Karena kebebasan hampir sulit dirasakan, hal-hal yang seharusnya sepele bisa dipidanakan. Itulah implementasi demokrasi yang ada di Indonesia, masih jauh dari kata sempurna apabila kebebasan masih sulit.
Negara Indonesia sudah merdeka, namun warga negara belum merdeka dari belenggu-belenggu kebebasan. Ada pula 2 hal inti yang dijadikan landasan-landasan Demokrasi Indonesia yaitu: “Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945”
Apabila demokrasi tidak diindahkan, maka akan berimbas pada rasa keadilan. Orang akan berpikir bahwa sulit berbicara, atau mengemukakan pendapat akan merasa tidak adil. Hal tersebut bisa berbuntut panjang apabila pemerintah terus menutup-nutupi pergerakan pers dan kebebasan berpikir. Hal ini yang menjadi menurun kualitas demokrasi di Indonesia, implementasi yang harusnya semakin baik justru semakin merosot yang mengakibatkan orang takut untuk berekspresi.
Komentar
Posting Komentar